“Aku ngga mau ma!”
Klik.
Sambungan telepon penuh emosi terputus antara dua benua, Asia dan Eropa. Antara Indonesia dan Inggris. Antara ibu dan anak. Hubungan yang terlihat sedang tidak baik-baik saja antara dua anggota keluarga tersebut. Bukan demikian. Hal itu dikarenakan satu pemicu utama sejak dua bulan lalu.
Perjodohan.
***
“Lo boleh ngga angkat telepon mama, tapi mama pasti mau yang terbaik buat lo, Dan.” Ucap Delvin, kakak yang memiliki umur terpaut dua tahun dari Danola Smith.
“Gue tau Vin, tapi yang bener aja sih! Ini 2015 man, masa masih aja sih yang namanya dijodoh-jodohin?!” Danola memprotes melalui video call-nya dengan Delvin.
Melihat wajah memelas sekaligus tak terima dari adik pertamanya, Danola, Delvin akhirnya tak mau memaksakan hal yang diinginkan oleh kedua orangtuanya, terutama mama.
“Oke Dan, terserah lo. Tapi, emang apa alasan lo nolak perjodohan ini?”
Hening sempat tercipta di obrolan tersebut. Tampak wajah Danola sedang menerawang mengingat-ingat sesuatu atau seseorang.
“Dan? Gue tau bukan karena ini tahun 2015 alasan lo nolak perjodohan ini. Wanna tell me, bro?” Delvin memecah keheningan dan lamunan Danola di ujung video call itu.
“Hmm, you know me so well.” Danola menyunggingkan seulas senyum jatuh cinta di sana, sebelum ia melanjutkan ceritanya, “Gue udah punya someone special.” Lalu mata Danola kembali menatap kakaknya di ujung kameranya sana.
“Dia, Maugy, kekasih hati gue dari 3 tahun yang lalu. Lo tau? 3 tahun bukan waktu yang sebentar buat gue kenal sama orang. Bukan waktu yang sebentar buat gue tau dia. Bukan waktu yang sebentar buat kita saling kenal.”
“Dia seseorang yang bahkan dimana gue sama dia jauh, kita tetep jaga komunikasi. Kita sama-sama saling percaya satu sama lain. Dan lo tau? Gue ngga ngerti gimana, tapi yang namanya bule disini, sama sekali ngga ngebuat gue tertarik.”
Matanya kembali menerawang membayangkan sosok yang mulai ia rindukan sekaligus mungkin akan ia lepaskan secara perlahan.
“Hm, dia bikin hati gue ngga bisa lepas dari gue.”
Danola tersenyum pahit, “Tapi, gue ngga mau jadi anak durhaka. Mungkin gue bakal ngomong sama dia secepatnya. Gue bakal secepatnya balik ke Indo, gue bakal ngomong sama dia face to face. Sekalian, mama mau gue kenal sama calon gue kan? I will.” Kata-katanya penuh penekanan, bahkan untuk dua kata terakhirnya.
***
“HAI DAN! Ughh aku kangen banget sama kamu! Can I hug you now?” obrolan pembuka yang biasanya terasa akan sangat menyenangkan melihat kekasihnya, Maugy, merajuk seperti itu. Tapi rasanya sungguh berbeda kali ini, sangat menyakitkan melihatnya akan melepas hubungan itu secara perlahan. Tapi bukannya perlahan justru akan terasa sangat menyakitkan?
“Well, aku bakal pulang secepatnya. Lusa, aku bakal balik, sayang.”
“Dan?”
“Hm? Kamu kenapa? Kok mukanya ngga seneng gitu pas tau aku mau pulang? Kamu ngga kangen aku?” Danola memasang wajah merajuknya seperti biasa, berusaha menutupi rasa gugupnya.
“Are you kidding me?! Aku seneng banget! tapi..”
“Hm?”
“Kenapa kamu kaya beban banget gitu ya? Kamu sakit?”
Danola tersenyum mendapati kekasihnya yang sangat mengerti akan dirinya.
‘iya, aku sakit. Sakit hati. Gimana caranya bisa sembuh kalo obatnya aja bakal dijauhin dari aku?’ Danola membatin.
“Im okay.”
“Okay.”
***
Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Indonesia
Bandara tidak begitu penuh dengan lalu lalang manusia. Wajar saja, ini bukan waktunya liburan atau sejenisnya. Danola pun belum akan pulang kalau bukan karena hal seperti ini.
Danola segera berjalan dengan membawa kopernya, menuju tempat taksi berada. Ia mau pulang. Ia mau tidur. Ia lelah.
***
“Nanti malam, kamu jangan kemana-mana ya Dan. Kita sekeluarga bakal makan malam sama keluarga calon kamu.” Ucap mama di sela-sela sarapan keluarga Smith tersebut.
“Secepat itu ma?”
“Bukannya lebih cepat lebih baik?”
“Tapi aku baru aja sampe kemarin ma! Aku—“ ucapannya terhenti saati ia sadar semuanya terasa akan percuma untuk ia katakan, atau pertahankan.
“Okay mom.”
Danola segera menghabiskan sarapannya dan sesegera mungkin akan menemui kekasihnya. Siap tidak siap, here we go!
***
Danola kembali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tidak tau darimana harus memulai percakapan ini. Kenapa otaknya tidak bekerja sama sekali sih? Huh.
Danola memainkan kaleng minuman dingin yang baru saja ia beli bersama dengan Maugy. Taman kota rasanya tepat untuk memulai percakapan yang membuat Danola terbeban sejak dua bulan yang lalu.
“Dan, aku mau bilang sesuatu. Aku.. aku.. aku dijodohin.” Seru Maugy cepat dan langsung membuang muka dari hadapan kekasihnya, Danola. Ia tidak mau melihat ekspresi Danola yang terluka.
“K—kamu? Dijodohin? Sama siapa? Se-sejak kapan?” Dankla tidak tau apa rasanya sakit hati dan patah hati akan semenyakitkan ini?
“Iya Dan, sama anak dari temen lama orangtuaku. Aku, sebenernya udah nolak mati-matian perjodohan ini. Tapi, mereka ngga mau denger. Mereka bahkan ngga mau ketemu kamu dulu. Sedangkan aku bisa apa? Aku anak tunggal yang satu-satunya bisa bahagiain orangtua aku.”
“Im so sorry Dan.”
Maugy memeluk kekasih yang ada di sampingnya dengan erat, berharap semua hal buruk tidak akan melepaskan mereka berdua. Danola pun tidak dapat mengatakan hal apapun, termasuk tentang perjodohannya. Ia hanya memeluk Maugy dengan perasaan yang bahkan ia tidak dapat rasakan bagaimana lagi perihnya.
***
Malam ini adalah malam dimana Danola tidak berniat sama sekali untuk makan malam. Apalagi makan malam di luar bersama dengan keluarganya dan keluarga calon yang akan dijodohkan dengannya.
Tapi segala sesuatunya sudah terjadi kan? Maugy pun akan dijodohkan, sama hal-nya dengan dirinya sendiri. Ia tersenyum pahit sambil mengaduk minuman yang ada di hadapannya. Takdir terasa kejam.
“Hai jeng! Duh udah lama banget ya kita ngga ketemu!
“Iya duh, apa kabar? Ayo ayo duduk!”
Hhhh, rasa reunian. Rasa perjodohan. Apa rasanya setidak-menyenangkan ini?
“Oh ini yang namanya Maugy? Aduh, cantik sekali. Hai! Kenalin, ini anak tante, Danola.”
Danola sama sekali tidak mau melihat siapa yang ada di hadapannya, tapi satu nama memaksanya untuk mendongak ke arah perempuan itu. Dengan gaun berwarna turquoise selutut tanpa lengan dan rambut hitam tergerai indah, membuat Danola terperangah.
“Dan—“
“Maugy?! Oh my God! Kalo tau kamu yang bakal dijodohin sama aku, aku ngga akan nolak!”
“Sama!”
“Kalian ngga mau denger dan ngga mau kenalan satu sama lain dulu sih.” Ucap mama Maugy yang disetujui oleh mama Danola.
Dan saat itu pula, mereka mulai menikmati rasanya perjodohan antara kawan lama orangtuanya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar