Sabtu, 09 Januari 2016

Crazy Little Thing Called Love

Aku duduk di jembatan yang membentang danau. Duduk menikmati keindahan pemandangan di sekitar ini. Duduk menikmati semilir angin yang menghembus setiap helai rambutku.
Aku memejamkan mata, membayangkan hidupku yang berubah 180 derajat sejak pagelaran putri salju itu. Pagelaran yang sebenarnya tidak ada yang menonton. Namun terus diputar di televisi kantin, membuatku cukup dikenal sebagai pemeran putri salju.

"Bagaimana? Indah bukan?"
Noah duduk di sebelahku masih dengan kamera di tangannya.
Sesekali memotret keindahan danau dari atas jembatan ini. Tak bisa lepas walau sebentar dari kameranya.

"Hmm."
Tak ada obrolan berarti, hanya detik demi detik yang ku nikmati bersama dengan Noah. Orang yang selalu aku kagumi, sekalipun ada Dylan di sisiku.
Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
Pada pandangan pertama?
Pada Dylan?

Dylan.
Salah seorang yang mengubah hidupku. Yang selalu ada di sampingku.
Selalu tersenyum di sampingku dan memandangku positif di awal pertemuanku dengannya.
Dylan pula yang membuatku bisa dekat dengan Noah, seseorang yang mencuri hatiku. Namun tak dapat kumiliki.

Ini seperti membohongi diri sendiri, juga perasaan.

Uluran tangan Dylan membuatku menoleh, membuyarkan lamunanku. Aku berdiri, namun kakiku sedikit terkilir. Membuatku tak sanggup berdiri sendiri.
"Kemarilah. Naik ke punggungku!" Dylan tersenyum dan menahan tubuhku.
Noah berjalan di belakang kami. Membuatku sesekali menoleh ke belakang dan mendapatinya menggeleng lemah beberapa kali, entah apa maksudnya.

Kami mengadakan pesta kecil-kecilan di pinggir danau ini. Cukup ramai karena ada aku, Dylan, Noah, Gwen, dan beberapa teman lainnya.
Gwen, salah seorang teman Noah dan Dylan yang aku kenal cukup baik. Dia ramah dan menyenangkan.
Sampai saatnya Noah dan Dylan bercerita tentang masa kecilnya.
"Percaya atau tidak, kami pernah menyukai gadis yang sama."
"Ya itu benar. Kami pernah menyukai gadis yang sama sewaktu kami duduk di sekolas dasar." Noah membenarkan apa perkataan Dylan.
"Kami sempat berkompetisi untuk mendapatkan posisi untuk dapat berdansa saat pesta akhir tahun."
"Tapi sayangnya, Noah sakit cacar air jadilah aku yang mendapat kesempatan itu." senyum sumringah Dylan tercetak jelas di wajahnya.
"Ya, tapi tak berlangsung baik, karena Dylan tak berani mengajaknya berdansa!" Tawa Dylan dan Noah pun pecah.
"Mulai saat itu kami berkomitmen tidak akan menyukai gadis yang sama!" Noah tersenyum lemah setelah mengatakannya.

Apa?!

Hatiku mencelos setengah mati mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Noah.

Noah dan Dylan mulai menari, saat itu pula Dylan mengajakku berdiri dan mengecup pipiku sekilas.

Dunia seakan berhenti. Membuatku bisu seketika.

***

Perjalanan sudah usai. Aku telah menapakan kakiku di teras rumahku. Tapi Dylan belum juga berlalu. Ia masih tersenyum di sana. Menatapku tanpa berkedip.

"Lan? Jangan dekat-dekat padaku lagi. Ku mohon, menjauhlah. Pergi dari hadapanku." kataku terisak, membuat senyum di wajah Dylan memudar.

"Ada apa Alodia? Apa karena aku mencium pipimu di hadapan teman-teman tadi sore? Apa kau marah? Tapi kau kan kekasihku."
Dylan bertanya dengan nada meminta penjelasan. Maafkan aku Lan.

Ah ayolah Dylan, jangan seperti ini.

"Maafkan aku Alodia. Aku salah. Maafkan aku." katanya setelah rasanya beberapa detik tak ada perkataan yang terucap dari mulut kami berdua.

"Maafkan aku Dylan. Aku mohon maafkan aku dan pergilah. Pergi dan jangan pernah kembali padaku!" kataku lalu menghambur masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Dylan sendiri dengan entah apa perasaannya saat ini.

***

Ini adalah hari terakhir kami, anak-anak sekolah tingkat akhir bertemu. Saling menandatangani kemeja kami. Saling berfoto. Saling berpelukan. Saling berpamitan.

"Apa kau tetap tak ingin Noah tau perasaan yang sudah tiga tahun kau pendam?"
Ah sial.
Kata-kata itu terus menggema di kepalaku.
Aku mau, tentu saja mau.
Hanya saja, keyakinanku tak penuh untuk itu.
Kakiku melangkah nendekati Noah yang sedang mempotret suasana sekolah.
Entah karena apa, kaki dan pikiranku tak bersatu.
Aku memberanikan diri berjalan ke arah Noah.

"Hai Al! Kau belum memberi tanda tangan di bajuku." katanya lalu memberikan seulas senyum.
Aku mohon otak, bekerjasamalah dengan hatiku!

"Noah, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."
Noah menyimak. Lalu hening menyelimuti kami. Ia tersenyum, berusaha terlihat santai.
"Baiklah, aku...... aku menyukaimu sejak awal aku berada di sekolah ini."
Ku lihat Noah sedikit menegang.

"Aku menyukaimu hingga kau memberi perubahan padaku. Hingga aku yang dulu buruk rupa menjadi mengenal make up. Hingga aku yang bodoh menjadi pintar. Hingga aku yang tidak terkenal menjadi dikenal. Kamu tau? Ini semua karena kamu! Kamu yang merubahku! Aku mau kau melihatku, maka aku merubah semuanya!"

"Aku menyukaimu." tambahku di sela keheningan yang membungkam.
Lalu aku menghempas napas berat. Seakan melepas semua yang melekat erat dalam dadaku.

Tapi semuanya terasa hancur dan sia-sia saat aku melihat tulisan Gwen di saku seragam Noah, "I love You" begitu yang tertera di sakunya.
"Sejak kapan?" hanya itu yang mampu aku ucapkan.
"Satu minggu yang lalu."

Aku terkesiap. Lalu mundur beberapa langkah hingga terjatuh.
Air mataku memburamkan penglihatan.
Ah bodoh kau Alodia! Lihat betapa lemah kau sekarang di hadapan Noah!

"Al, are you okay?" Nada bicara Noah melemah. Ada nada penyesalan dan khawatir bercampur disana.
Jangan panggil aku dengan Al! Kau tidak tau betapa tersayat aku saat kau memanggilku dengan nama itu, Noah!

Aku tak menjawab, hanya ada ibu jari dan telunjuk yang kutautkan secara bersamaan. Bahkan tanpa menoleh ke arahnya.

Saat aku berlari keluar sembari mengatur emosiku, Gwen berjalan ke arahku. Melihatku dengan tatapan bingung dan prihatin.
Aku tak berniat untuk menegurnya. Namun otak dan hatiku tak pernah akur. Aku justru menghambur dalam pelukannya. Menumpahkan semua rasa sakitku.

***

Noah kembali ke rumah. Meletakan tasnya ke meja belajar. Saat itu pula matanya kembali melirik ke satu buku.
Noah tersenyum pahit melihat buku itu. Dibukanya perlahan dan terpampanglah lembaran demi lembaran foto gadis yang diambilnya secara diam-diam. Gadis yang mencuri hatinya sejak tiga tahun lalu.
Alodia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar